Senja di Pelabuhan Semayang
Dalam tenang pantaimu, kuantar gelisah
dari jauh pelayaran, berteman iring ombak
dan gemuruh angin selatan.Lajukan pesan
saat kau singgah di kotaku.
Laju perahu temukan pendar cahya suar
terselip di sela karang gelap. 'inikah labuh terakhirku'
terasa pesanmu menjepit arah bagai ikan terjaring pukat
terpikat rayu pulaumu dan canda pencari ikan.
oh aku terperangkap di sisi manis semayang
Begitu rapuh aku mendaratkan gelisah.ku tahu
kau menangkap kelemahanku.hingga tombak
menusuk leher. pelan-pelan darah mengalir
menuju arus laut selatan. belayar kembali
Aku menjadi asing di semayang, tanpa kepala
yang tertimbun ingatan awal. dan tubuh
bersemayam di rimbun gelisah kotamu.
Balikpapan,2014
Dalam tenang pantaimu, kuantar gelisah
dari jauh pelayaran, berteman iring ombak
dan gemuruh angin selatan.Lajukan pesan
saat kau singgah di kotaku.
Laju perahu temukan pendar cahya suar
terselip di sela karang gelap. 'inikah labuh terakhirku'
terasa pesanmu menjepit arah bagai ikan terjaring pukat
terpikat rayu pulaumu dan canda pencari ikan.
oh aku terperangkap di sisi manis semayang
Begitu rapuh aku mendaratkan gelisah.ku tahu
kau menangkap kelemahanku.hingga tombak
menusuk leher. pelan-pelan darah mengalir
menuju arus laut selatan. belayar kembali
Aku menjadi asing di semayang, tanpa kepala
yang tertimbun ingatan awal. dan tubuh
bersemayam di rimbun gelisah kotamu.
Balikpapan,2014
Suatu Hari Di Sepinggan
Sepinggan beribu kesedihan selubungi langit,
tetes airmata sia-sia.lenyap terserap kering tanah
hingga aku terbang nuju awan. menghilang lama
Sepinggan ku telah pergikan seribu catatan
tentangmu. terkubur di remang bintang dan bulan
iringi penguburan. tak ada api unggun
dan hymne kematian. kehilangan wajar adanya
sebab surya tak sudi buka catatanmu lagi.
Mungkin badai kelak mengeja
setiap nyanyi piluku buatmu
mengalun bagai pendaratan
terakhir di ujung musim
Balikpapan,2014
Sepinggan beribu kesedihan selubungi langit,
tetes airmata sia-sia.lenyap terserap kering tanah
hingga aku terbang nuju awan. menghilang lama
Sepinggan ku telah pergikan seribu catatan
tentangmu. terkubur di remang bintang dan bulan
iringi penguburan. tak ada api unggun
dan hymne kematian. kehilangan wajar adanya
sebab surya tak sudi buka catatanmu lagi.
Mungkin badai kelak mengeja
setiap nyanyi piluku buatmu
mengalun bagai pendaratan
terakhir di ujung musim
Balikpapan,2014
Warung Kopi Depan Pabrik
Sehitam aspal jalan, sehitam kopi panas
mengingat mimpi yang tak pernah terjadi
kami harus berhitung berapa kata akan pergi
keringat tlah terkuras, dan kami harus minggir
dengar kembali merdu denting gelas beradu ramai ocehan
Merasakan nikmat kopi, merasakan asap pembuangan
kami adalah orangorang terbuang yang melayangkan angan
pada tanggal muda, terlihat wajah panas anak+istri menyambut
bibir bertanya 'bawa apa? '. Tapi kopi ini sudah dingin.
Mungkin sudah cukup tenggelam pekat kopi
ternyata Bos belum datang. semakin kental pekat
selubungi harapan. Oh...kami harus pesan kopi lagi.
Kami akan mengutang lagi. kami mengoceh lagi tentang harapan.
Kami berdoa 'Semoga Bos menemui kami lalu bayarkan kopi ini'
Bekasi,2014
Sehitam aspal jalan, sehitam kopi panas
mengingat mimpi yang tak pernah terjadi
kami harus berhitung berapa kata akan pergi
keringat tlah terkuras, dan kami harus minggir
dengar kembali merdu denting gelas beradu ramai ocehan
Merasakan nikmat kopi, merasakan asap pembuangan
kami adalah orangorang terbuang yang melayangkan angan
pada tanggal muda, terlihat wajah panas anak+istri menyambut
bibir bertanya 'bawa apa? '. Tapi kopi ini sudah dingin.
Mungkin sudah cukup tenggelam pekat kopi
ternyata Bos belum datang. semakin kental pekat
selubungi harapan. Oh...kami harus pesan kopi lagi.
Kami akan mengutang lagi. kami mengoceh lagi tentang harapan.
Kami berdoa 'Semoga Bos menemui kami lalu bayarkan kopi ini'
Bekasi,2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar